
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Perguruan tinggi tidak hanya menjadi pusat pembelajaran bagi para mahasiswa, namun juga merupakan tempat bekerja bagi segenap dosen dan karyawan. Sebagai pilar penting pendidikan tinggi, tenaga pendidik dan kependidikan memerlukan lingkungan kerja yang nyaman, yang mendukung kesehatan, baik fisik, mental, maupun sosial. Lingkungan kerja yang nyaman tidak hanya meningkatkan motivasi dan produktivitas, namun juga membangun suasana yang harmonis dan menyenangkan, sehingga mendukung performance SDM secara keseluruhan.
Patut diduga, di beberapa kampus, perhatian utama masih sering tertuju pada pengembangan fasilitas akademik, sementara kebutuhan sarana prasarana untuk kesejahteraan tenaga kerja masih belum prioritas. Padahal, keseimbangan fasilitas kerja yang nyaman dan lingkungan yang kondusif sangat penting untuk menjaga kesehatan, semangat, dan produktivitas para dosen dan karyawan. Oleh karena itu, Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) perlu mengatur dengan jelas standar sarana dan prasarana yang mendukung kesejahteraan tenaga kerja. Dengan adanya standar ini, perguruan tinggi memiliki acuan yang jelas untuk membangun lingkungan kerja yang baik.
Baca juga: Kampus Impian: Seperti Apa Sarana dan Prasarana yang Ideal di Mata Mahasiswa?
Ruang istirahat, ruang bersantai adalah elemen penting untuk menciptakan keseimbangan kerja. Sebuah ruang yang dirancang dengan cermat—dilengkapi sofa nyaman, dispenser air, mesin kopi, bahan bacaan ringan dan dekorasi yang menenangkan—memberikan tempat bagi dosen dan karyawan untuk melepaskan rasa jenuh dan mengisi ulang energi (recharging energy). Di tengah jadwal mengajar yang padat atau beban administratif yang menumpuk, ruang istirahat menjadi “oasis kecil” yang menyegarkan pikiran dan tubuh. Bila perlu dapat dilengkapi sofa elektrik untuk pijat refleksi dan layar karaoke untuk self healing.
Ruang istirahat (ruang santai) tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk beristirahat, ia menjadi ruang sosial (pertemuan informal) yang mempererat hubungan antar pimpinan, dosen dan staf, menciptakan suasana kerja yang hangat dan harmonis. Diskusi santai (brainstorming) yang terjadi di ruang ini sering melahirkan ide-ide segar atau solusi inovatif untuk tantangan pekerjaan sehari-hari. Oleh sebab itu, Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) perlu menetapkan ruang istirahat sebagai bagian penting dari standar sarana dan prasarana kampus.
Baca juga: Dosen dan Tenaga Kependidikan: Pilar Perguruan Tinggi yang Harus Dilayani dengan Cermat
Fasilitas olahraga seperti meja pingpong, lapangan tenis, lapangan basket, atau jalur jogging di kampus tidak hanya diperuntukkan bagi mahasiswa, tetapi juga menjadi kebutuhan penting bagi dosen dan karyawan. Aktivitas fisik telah terbukti mampu meningkatkan motivasi, meredakan stres kerja, dan menjaga kesehatan mental. Dengan tubuh yang bugar, tenaga pendidik dan kependidikan dapat menjalankan tugas mereka dengan lebih fokus, produktif, dan penuh energi.
Selain fasilitas olahraga, kampus juga perlu menyediakan ruang rekreasi seperti taman yang asri, kolam, atau area hijau yang dirancang khusus untuk relaksasi. Lingkungan semacam ini memberikan kesempatan bagi tenaga kerja untuk melepas penat, meredakan tekanan, atau sekadar menikmati suasana alam di sela-sela kesibukan. Standar sarana dan prasarana yang diatur dalam Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dapat menjadi panduan penting untuk memastikan bahwa fasilitas olahraga dan ruang hijau tersedia dalam kondisi optimal, dikelola dengan baik, dan benar-benar mendukung kesejahteraan seluruh tenaga kerja di lingkungan kampus. Dengan pendekatan ini, kampus tidak hanya menjadi tempat kerja, tetapi juga ruang yang mendukung kesehatan fisik dan mental seluruh penghuninya.
Baca juga: Inovasi Sarana dan Prasarana: Menjawab Tantangan Pendidikan Masa Depan
Richard P. Dober dalam bukunya Campus Design menekankan pentingnya “placemaking“, yaitu menciptakan ruang-ruang yang mampu memenuhi kebutuhan fungsional, dan juga memperkuat identitas institusi. Dalam konteks dosen dan tenaga kependidikan, ruang kerja yang ideal harus dirancang untuk memberikan keseimbangan antara produktivitas dan kenyamanan. Ruang yang berfungsi sebagai tempat menyelesaikan tugas, melaksanakan penelitian atau mempersiapkan bahan pengajaran. Ruang yang mampu menumbuhkan suasana hati (mood) yang inspiratif dan mendukung semangat kolaborasi.
Dober juga menekankan pentingnya “konektivitas” (keterhubungan) antar ruang-ruang dalam kampus. Letak ruang kerja harus strategis, misalnya, dekat dengan perpustakaan, kantin, laboratorium, atau fasilitas akademik lainnya. Sirkulasi antar ruang harus dapat meningkatkan efisiensi dan mempermudah koordinasi lintas departemen. Elemen keindahan (estetika) seperti furnitur, pencahayaan alami, dan desain interior dapat memperkuat identitas ruang dan menumbuhkan rasa kebanggaan bagi pemakainya.
Baca juga: Tak Kenal Maka Tak Sayang: Mengenal Lebih Dekat 6 Tujuan SPMI
Layanan kesehatan yang mudah diakses adalah elemen penting dalam mendukung kesejahteraan dosen dan karyawan. Sebuah klinik kesehatan yang menyediakan fasilitas pertolongan pertama, pemeriksaan rutin, hingga layanan konseling psikologis menjadi solusi yang esensial. Dengan adanya klinik yang representatif di dalam kampus, staf tidak perlu menghabiskan waktu dan tenaga untuk mencari layanan medis di luar, sehingga mereka dapat tetap fokus menjalankan tugas dengan tenang dan efisien.
Kesejahteraan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Program-program pendukung seperti sesi konseling, terapi self-healing, atau seminar manajemen stres dapat membantu staf mengelola tekanan kerja dengan lebih baik. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) perlu memasukkan layanan kesehatan sebagai bagian integral dari standar sarana prasarana kampus. Dengan keberadaan layanan ini, perguruan tinggi dapat menciptakan lingkungan kerja yang suportif, inklusif, dan penuh perhatian. Kampus yang peduli terhadap kesehatan fisik dan mental tenaga kerjanya adalah kampus yang siap untuk maju, dan siap tumbuh bersama seluruh anggotanya.
Baca juga: Connecting The Dots: Transformasi SPMI melalui Kolaborasi Tim
Bagi kampus yang masih bergelut dengan keterbatasan budget, menyediakan sarana dan prasarana ideal mungkin terasa seperti tantangan besar. Namun, keterbatasan dana bukan berarti mengorbankan kenyamanan dan kesejahteraan tenaga kerja. Pendekatan strategis dan inovatif merupakan cara terbaik untuk memaksimalkan sumber daya (resources) yang ada.
Salah satu solusi adalah dengan memprioritaskan kebutuhan paling urgen. Contoh kampus dapat menyediakan area “multifungsi” sederhana seperti taman atau lapangan kecil yang dapat digunakan untuk berbagai aktivitas, baik olahraga, pentas seni maupun rekreasi. Kampus kecil juga dapat berkolaborasi dengan pemkot, komunitas atau mitra lokal untuk menyediakan layanan kesehatan atau konseling bagi tenaga kerja, sehingga dapat memberi manfaat dengan biaya yang hemat.
Kreasi dan Inovasi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang terbatas. Misal, ruang istirahat kecil dapat “disulap” multifungsi dengan tambahan fasilitas sederhana seperti ruang musik dengan piano, mesin kopi, dispenser air, dan tempat duduk yang nyaman. Meskipun sederhana, langkah kecil ini dapat memberikan dampak positif yang signifikan.
Dengan kreasi dan inovasi, kampus kecil tetap dapat menciptakan lingkungan kerja yang mendukung. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) juga dapat memberikan panduan fleksibel yang mempertimbangkan kapasitas dan anggaran yang terbatas, sehingga manajemen dapat mengoptimalkan apa yang dimiliki untuk kesejahteraan dosen dan karyawan. Dengan cara ini, meskipun budget terbatas, kampus kecil tetap mampu menjadi tempat kerja yang layak dan menarik.
Baca juga: Pola Pikir, Sikap, dan Perilaku: Pilar Utama Budaya Mutu SPMI
Kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan bukanlah hal sekunder, melainkan prinsip penting untuk membangun kampus yang menyenangkan, produktif, dan berdaya saing tinggi. Dengan menyediakan sarana yang mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan, perguruan tinggi dapat memenuhi tanggung jawab moralnya sekaligus memastikan keberlanjutan organisasi.
Bagi kampus kecil yang menghadapi keterbatasan anggaran, menciptakan keseimbangan ini mungkin membutuhkan inovasi dan pengelolaan prioritas yang cermat. Solusi sederhana namun efektif, seperti memanfaatkan ruang multifungsi atau menjalin kolaborasi dengan komunitas lokal, tetap dapat memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan tenaga kerja. Pendekatan ini menunjukkan bahwa kapasitas finansial yang terbatas bukanlah penghalang untuk menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.
Lingkungan kerja yang seimbang memiliki manfaat ganda, tidak hanya bagi karyawan yang bekerja, namun juga bagi institusi secara keseluruhan. Tenaga pendidik dan kependidikan yang bahagia serta sehat, dapat membawa perguruan tinggi, untuk terus berkembang sebagai tempat belajar, bekerja, dan tumbuh bersama. Oleh karena itu, implementasi standar SPMI yang mencakup sarana dan prasarana untuk kesejahteraan dosen dan karyawan menjadi langkah konkret yang harus diprioritaskan. Dengan demikian, semua kampus, tanpa memandang skalanya, Insya Allah akan mampu menciptakan lingkungan kerja yang optimal untuk visi-misi organisasi. Stay Relevant!
Baca juga: Dari Visi ke Aksi: Kepemimpinan Transformasional dalam Menggerakkan SPMI
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Dunia pendidikan tinggi masa kini (era BANI) dihadapkan pada tuntutan yang terus berkembang. Transformasi digital, kebutuhan akan fleksibilitas pembelajaran, dan relevansi kurikulum dengan dunia kerja adalah tantangan yang harus segera disikapi. Universitas tidak lagi hanya menjadi lembaga pembelajaran, namun harus bisa menjadi pusat inovasi yang selaras dengan dinamika global.
Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan bahwa fasilitas dan infrastruktur kampus (sarana prasarana) mampu mendukung proses pembelajaran di era BANI.
Dengan digitalisasi yang semakin meluas, universitas harus mampu mengintegrasikan teknologi ke dalam setiap aspek operasionalnya, termasuk sarana dan prasarana. Langkah ini penting agar universitas mampu menghadirkan pengalaman belajar yang relevan dan unggul untuk para mahasiswa.
Kebijakan ini sejalan dengan Pasal 48, 49, dan 50 Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, yang mengatur standar sarana prasarana untuk pendidikan tinggi. Institusi yang ingin unggul harus memanfaatkan kebijakan ini sebagai acuan untuk melakukan transformasi secara komprehensif.
Teknologi informasi termasuk AI, kini menjadi fondasi penting dalam membangun sarana dan prasarana pendidikan. Sesuai dengan Pasal 49, perguruan tinggi wajib menerapkan tata kelola teknologi informasi yang andal dan transparan. Ini mencakup pengelolaan data akademik dan non akademik, penyediaan platform digital untuk pembelajaran, hingga perlindungan data mahasiswa.
Baca juga: Seni Merancang Mission Differentiation Perguruan Tinggi
Salah satu langkah inovatif adalah membangun LMS (Learning Management System) yang andal dan terintegrasi. LMS memungkinkan mahasiswa dan dosen untuk mengakses materi pembelajaran kapan saja dan di mana saja (asinkronus). Fitur seperti forum diskusi, evaluasi daring (quiz), dan pelacakan progres kemajuan belajar mahasiswa adalah elemen penting untuk mendukung proses pembelajaran yang inklusif dan adaptif.
Selain itu, penguatan infrastruktur digital seperti Wi-Fi, laboratorium virtual, dan ruang kelas digital akan dapat memberikan pengalaman belajar yang mendalam.
Kombinasi antara teknologi dan infrastruktur fisik akan membawa universitas menuju era baru pembelajaran yang modern.
Pasal 50 memberi arahan tentang pentingnya sumber pembelajaran terbuka (open educational resources) dalam mendukung pendidikan tinggi.
Universitas harus mendorong dosen untuk menciptakan bahan ajar digital yang dapat diakses oleh mahasiswa dan bahkan masyarakat luas (publik). Dengan lisensi terbuka seperti Creative Commons, sumber pembelajaran tersebut dapat digunakan, dimodifikasi, dan disebarluaskan.
Langkah strategis lain adalah menjalin kerja sama kemitraan dengan platform global seperti edX, Coursera, atau Khan Academy untuk menyediakan akses ke kursus-kursus online yang mereka sediakan. Hal ini tidak hanya meningkatkan aksesibilitas namun juga memperkaya kurikulum dengan perspektif global.
Repositori digital lokal juga dapat menjadi solusi. Dengan mendata, mengumpulkan dan mengelola sumber pembelajaran yang relevan, universitas dapat menjadi pusat sumber daya yang bermanfaat tidak hanya bagi mahasiswa, namun juga dosen dan karyawan tendik. Pemanfaatan ini tidak hanya mendukung pencapaian tujuan kurikulum namun juga memperluas dampak pendidikan ke segenap stakeholder.
Baca juga: Pola Pikir, Sikap, dan Perilaku: Pilar Utama Budaya Mutu SPMI
Mengacu Pasal 48, universitas juga perlu menyediakan fasilitas yang tidak hanya memenuhi namun juga melampaui standar minimum.
Ini mencakup penyediaan ruang pembelajaran yang inovatif, seperti coworking spaces, maker spaces, dan laboratorium riset multidisiplin yang relevan dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).
Fasilitas ini juga harus inklusif. Penyediaan akses bagi mahasiswa berkebutuhan khusus (seperti pengguna kursi roda) adalah salah satu prioritas yang harus diwujudkan. Selain itu, pendekatan ramah lingkungan dalam pengelolaan fasilitas, seperti instalasi listrik tenaga surya, pengelolaan daur ulang limbah, dan taman hijau kampus, dapat menjadi nilai tambah yang menarik bagi mahasiswa dan mitra industri.
Investasi berkelanjutan dalam infrastruktur adalah kunci. Universitas harus memprioritaskan anggaran yang cukup untuk pembangunan dan pemeliharaan fasilitas yang mendukung visi dan misinya. Fasilitas yang unggul akan menciptakan pengalaman belajar yang berkualitas tinggi, memperkuat daya saing kampus, dan menarik lebih banyak mahasiswa berbakat.
Baca juga: SPMI Berbasis Pengetahuan: Aset Utama Perguruan Tinggi
“Menyediakan akses” tidak selalu berarti perguruan tinggi harus memiliki (membeli) semua sarana dan prasarana secara langsung.
Sebaliknya, hak akses dapat diberikan melalui berbagai cara, seperti menjalin kerja sama dengan institusi lain, menyewa fasilitas, atau meminjam dari mitra yang memiliki sumber daya lebih besar. Misalnya, laboratorium riset yang mahal dapat diakses melalui kolaborasi dengan pusat penelitian nasional atau perusahaan industri.
Dengan kemajuan AI dan teknologi informasi, perguruan tinggi juga dapat memanfaatkan layanan berbasis digital untuk menyediakan akses ke fasilitas pembelajaran. Contohnya adalah perangkat lunak berbasis cloud, laboratorium virtual, atau repositori penelitian daring. Pendekatan ini tidak hanya efisien secara biaya, namun juga memastikan fleksibilitas dan adaptabilitas untuk memenuhi tuntutan pembelajaran yang terus berkembang.
Baca juga: Kemalasan Sosial: Musuh Tersembunyi SPMI
Untuk mewujudkan visi misi perguruan tinggi yang unggul, sarana dan prasarana harus menjadi prioritas strategis. Langkah inovatif yang berorientasi pada masa depan, seperti digitalisasi pembelajaran, penguatan sumber pembelajaran terbuka, dan pengelolaan infrastruktur yang adaptif, adalah jalan yang harus ditempuh.
Universitas yang proaktif dalam menghadapi tantangan era BANI akan mampu menjadi pelopor dalam menciptakan pendidikan tinggi yang relevan, unggul, dan berkelanjutan. Transformasi sarana dan prasarana tidak hanya menjawab kebutuhan masa kini, namun juga mempersiapkan masa depan pendidikan yang lebih cerah untuk mahasiswa, dosen, dan segenap stakeholder. Stay Relevant!
Visi tinggi melesat di cakrawala,
Sarana dibangun, prasarana menyapa.
Digitalisasi mengalir, ilmu tak bertepi,
Membuka masa depan penuh harmoni.
Universitas proaktif, pelopor zaman,
Menjawab tantangan dalam kecepatan.
Era BANI dijadikan peluang, mimpi dikejar,
Untuk pembelajar, dunia terang bersinar.
Baca juga: Transformasi SPMI: Komunikasi Internal sebagai Game-Changer
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi