• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Daily Archive 26/10/2024

SPMI dan Mission Differentiation

PPEPP dan Realitas di Kampus: Perspektif Teori Mazmanian dan Sabatier

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Pendahuluan

Implementasi Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi adalah regulasi penting ditetapkan pemerintah untuk memastikan peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Siklus PPEPP—Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar—berfungsi sebagai panduan bagi perguruan tinggi untuk “mengintegrasikan” kebijakan mutu ke dalam semua aspek operasional dan proses pembelajaran​. Peraturan Pengintegrasian SPMI dalam manajemen perguruan tinggi, dapat dilihat pada pasal 69, ayat (1)b Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Namun, di perguruan tinggi, implementasi ini tidak selalu berjalan dengan mulus sesuai rencana. Kesenjangan (gap) sering muncul antara perumusan kebijakan pemerintah dan pelaksanaannya. Kebijakan yang dirancang di tingkat strategis di lingkungan kementerian, namun seringkali sulit diterjemahkan ke dalam tindakan nyata di unit-unit operasional di kampus. Sulitnya komunikasi-koordinasi internal juga memperburuk kesulitan ini​.

Dalam konteks ini, teori implementasi kebijakan dari Mazmanian dan Sabatier memberikan penjelasan menarik tentang mengapa kebijakan yang tampak baik di atas kertas sering mengalami tantangan berat dalam penerapannya.

Para pimpinan perguruan tinggi, baik rektor, ketua maupun direktur, merasa “pusing tujuh keliling” bagaimana cara-cara praktis mengelola SPMI dengan baik dan benar. Mereka menyadari bahwa keberhasilan implementasi tidak hanya bergantung pada desain kebijakan, namun juga pada kemampuan organisasi dalam menghadapi kompleksitas masalah dan dinamika faktor eksternal​.

Mengapa PPEPP Sulit Berjalan Mulus?

Teori Mazmanian dan Sabatier menekankan bahwa “kompleksitas” masalah adalah salah satu faktor penting yang memengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan (Mazmanian & Sabatier, Implementation and Public Policy, 1983). Dalam perguruan tinggi, perubahan menuju penerapan budaya mutu bukan hanya masalah teknis, tetapi juga melibatkan adaptasi di seluruh organisasi​. Managing change merupakan salah satu tantangan besar bagi pengelola organisasi.

Birokrasi yang kaku, struktur yang berlapis dan (pola pikir, pola sikap dan pola perilaku) yang sudah terbentuk menjadi hambatan dalam proses perubahan. Organisasi sudah sulit untuk lincah fleksibel mengikuti perubahan lingkungan (struktural yang lembam atau inersia). Aktor-aktor internal, seperti pimpinan, dosen dan staf administrasi, sering kali enggan meninggalkan kebiasaan (habit) lama, sehingga membuat implementasi kebijakan SPMI berjalan lambat atau tidak konsisten​.

Siklus PPEPP nomor tiga, yang terdiri dari monitoring-evaluasi (monev) dan audit mutu secara berkala, kerap dipandang sebagai tugas administratif semata. Alih-alih digunakan sebagai “tools” untuk perbaikan berkelanjutan (kaizen), audit dan monev seringkali tidak dianggap strategis oleh sebagian besar pelaksana di lapangan​.

Resistensi (penolakan) tersebut menggambarkan bagaimana faktor “budaya mutu” berpengaruh besar terhadap efektivitas kebijakan pemerintah. Semakin kompleks dan beragam perilaku aktor dalam sebuah organisasi, seperti yang dijabarkan oleh Mazmanian dan Sabatier, semakin berat pula kebijakan tersebut dapat dijalankan dengan baik.​

Baca juga: SPMI: Tanggung Jawab Kolektif?

Formalitas atau Perubahan Nyata?

Salah satu aspek krusial dalam teori Mazmanian dan Sabatier adalah bahwa kebijakan pemerintah yang efektif harus mampu mengarahkan implementasi secara jelas. Tujuan yang spesifik dan instrumen yang memadai sangat penting agar kebijakan dapat dijalankan sesuai harapan stakeholder. Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 telah menyediakan kerangka (framework) kebijakan yang mengatur penjaminan mutu di perguruan tinggi​.

Keberhasilan implementasi tidak hanya bergantung pada kerangka kebijakan, tetapi juga pada kemampuan perguruan tinggi untuk mengintegrasikan PPEPP ke dalam strategi operasional sehari-hari. Perguruan tinggi perlu memastikan bahwa setiap tahap PPEPP berjalan “selaras” dengan manajemen mutu di semua level, mulai dari statuta, RIP, Renstra, Kebijakan SPMI, Perangkat PPEPP, Standar, Prosedur dan Instruksi Kerja.

Keterlibatan dan koordinasi langsung dari pimpinan puncak sangat penting agar PPEPP tidak sekadar menjadi formalitas administratif belaka. Pimpinan harus mampu berkomunikasi dan memotivasi seluruh komponen organisasi untuk melihat PPEPP sebagai instrumen peningkatan mutu yang berkelanjutan. Pimpinan harus menjadi role model yang terdepan untuk dicontoh anggota organisasi. Tanpa komitmen penuh dari segenap pimpinan dan keterlibatan seluruh elemen, kebijakan yang baik di atas kertas sulit memberikan dampak (impact) nyata pada peningkatan mutu pendidikan​.

Baca juga: SPMI Butuh Kecepatan, Bukan “Slow Respon”

Dinamika Eksternal: Lingkungan VUCA dan BANI

Faktor lingkungan eksternal memainkan peran penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan SPMI. Perguruan tinggi harus mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan FUCA, BANI dan kebijakan nasional serta memenuhi tuntutan akreditasi dari lembaga eksternal. Dinamika ini membuat pelaksanaan PPEPP tidak hanya bergantung pada internal kampus, tetapi juga pada perubahan lingkungan yang berlaku di tingkat nasional dan global​.

Perubahan lingkungan VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) dan BANI (Brittle, Anxious, Nonlinear, Incomprehensible) menuntut perguruan tinggi untuk beradaptasi cepat, tepat dan fleksibel. Dalam perspektif Mazmanian dan Sabatier, keberhasilan implementasi kebijakan bergantung pada kemampuan perguruan tinggi menghadapi dinamika ini melalui penyusunan (pemutakhiran) visi-misi, koordinasi internal, desain kebijakan yang jelas, dan adaptasi terus menerus terhadap perubahan faktor eksternal.

Mazmanian dan Sabatier menggaris bawahi bahwa dukungan politik dan lingkungan eksternal sangat krusial dalam memengaruhi keberhasilan kebijakan (Mazmanian & Sabatier, 1983). Ketika ada perubahan undang-undang, kebijakan akreditasi atau peraturan pendidikan, perguruan tinggi perlu memastikan bahwa “Standar SPMI” tetap relevan dan selaras dengan tuntutan terbaru. Keterlambatan dalam beradaptasi bisa menghambat pencapaian mutu yang diharapkan​. Dengan kata lain. standar SPMI harus terus menerus di mutakhirkan (update) agar tetap relevant.

Monitoring dan evaluasi internal menjadi sangat krusial agar dokumen SPMI dapat terus diperbarui sesuai perkembangan eksternal. Perguruan tinggi harus melakukan evaluasi berkala dan menerapkan umpan balik untuk mengatasi kesenjangan antara perubahan eksternal, regulasi dan praktik. Ini memastikan bahwa kebijakan SPMI tetap efektif dan mampu menghadapi perubahan di lingkungan yang dinamis​.

Baca juga: Transformatif SPMI: Kunci Bertahan di Era BANI

Kesimpulan

Implementasi SPMI dan PPEPP di perguruan tinggi merupakan proses dinamis dan kompleks yang memerlukan keterlibatan seluruh komponen organisasi. Melalui kerangka teori implementasi kebijakan dari Mazmanian dan Sabatier, dapat dipahami bahwa keberhasilan kebijakan tidak hanya bergantung pada perumusan yang baik, namun juga pada pelaku aktor-aktor di lapangan.

Perguruan tinggi yang mampu mengintegrasikan PPEPP ke dalam praktik manajemen kampus tidak hanya akan memenuhi regulasi, tetapi juga berpeluang untuk meningkatkan mutu pendidikan secara terus menerus. Proses ini membutuhkan komitmen dari seluruh elemen, termasuk pimpinan puncak, dosen, dan staf administrasi, agar kebijakan SPMI berjalan efektif dan efisien. Segenap SDM di perguruan tinggi, bersama-sama perlu memperkuat budaya mutu organisasi.

Budaya mutu organisasi meliputi pola pikir, pola sikap dan pola perilaku yang sesuai dengan standar SPMI yang telah ditetapkan. Perlu membangun etos kerja yang kuat, yaitu komitmen untuk kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas.

Dengan komunikasi-koordinasi yang efektif dan pemantauan yang berkesinambungan, siklus PPEPP dapat berfungsi sebagai instrumen perubahan yang nyata. Audit mutu internal, dan Monev internal memungkinkan perguruan tinggi menyesuaikan kebijakan SPMI dengan perkembangan eksternal, memastikan bahwa peningkatan mutu tidak berhenti hanya pada pemenuhan standar, tetapi terus berkembang untuk menghadapi tantangan era VUCA dan BANI saat ini dan di masa yang akan datang. Stay Relevant!

Baca juga: Pengorbanan dan Dedikasi: Fondasi Kepemimpinan SPMI


Referensi:

  • Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  • Mazmanian, D. A., & Sabatier, P. A. (1983). Implementation and Public Policy. Glenview, IL: Scott Foresman.
  • Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Oleh: Bagus Suminar, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami